Minggu, 11 Oktober 2009

Haeundae - Korea's Best Disaster Movie

Haeundae merupakan film pertama dan terbesar yang bertema "disaster". Mengambil setting di Busan, kota kedua terbesar di Korea Selatan setelah Seoul, film yang menghabiskan US$ 13 milyar - dan tercatat sebagai salah satu film termahal yg pernah dibuat Korea Selatan - ini dirilis tanggal 22 Juli 2009 silam di 869 bioskop yg tersebar di seluruh Korea dan langsung menduduki tangga pertama Box-Office di bioskop2 Korea. Tercatat 1,5 juta tiket habis terjual hanya dalam waktu 3 hari.

Disutradarai oleh Yoon Je-Kyun dan diproduksi oleh CJ Entertainment, Polygon Entertainment, & JK Film (tidak ada hubungan dengan Jusuf Kalla ya....), film ini juga digawangi oleh Hans Uhlig, Supervisi CGI yang pernah menangani film The Perfect Storm dan The Day After Tomorrow yang keduanya juga merupakan film bertema bencana alam. Jadi sudah bisa dibayangkan bagaimana dasyatnya film yg satu ini.

Berbeda dengan film-film disaster Hollywood yg mengedepankan special effect, film ini justru mengedepankan drama. Dalam durasi 120 menit, 75 menit pertama merupakan sisi drama dari filmnya. Sedangkan 45 menit berikutnya barulah sisi disaster-nya. Bagi peminat disaster movie, film ini jelas sebuah "kekecewaan" karena Anda akan "dipaksa" menonton sebuah film drama yang mendayu-dayu dan sedikit membosankan dengan durasi yang cukup panjang. Tetapi bagi peminat film drama, film ini adalah "master-piece" yang sangat menarik. Ya... kalo dibandingkan Titanic, jelas kalah jauh. Walau demikian, dari segi dramatisasi, ceritanya sangat bagus dan menyentuh.


Terdapat 4 pasang karakter yg menjadi cerita utama film ini. Pasangan pertama adalah seorang nelayan bernama Man-Sik (diperani Sol Kyung-gu) dan kekasihnya Kang (Ha Ji-Won; para penggemar Ji-Won, siapkan sapu tangan utk mengelap air matamu. Dia bermain sangat apik dan mengharukan sekali di sini...!!!). Diceritakan mereka telah lama berpacaran namun belum juga menikah. Man-Sik sudah sangat ingin menikahi Kang, tapi dia ragu apakah bisa membahagiakan kekasihnya karena dirinya miskin. Sedangkan Kang pun ragu apakah hubungannya dengan Man-Sik dapat diteruskan ke jenjang yg lebih, mengingat hubungan mereka tidak ada perkembangan yg berarti.

Pasangan kedua adalah seorang penjaga pantai yang jatuh cinta pada seorang gadis. Si gadis telah punya kekasih pria kaya-raya. Namun apakah harta dapat membeli sebuah cinta?

Pasangan ketiga adalah seorang ahli geologis (diperani Park Joong-hoon) dan mantan istrinya yg penasihat politik (Uhm Jung-Hwa). Sejak bercerai, hubungan mereka menjadi kurang baik. Bahkan anak semata-wayang mereka pun tidak terurus. Parahnya lagi, si anak tidak tahu kalau ahli geologis itu yg dipanggilnya "Paman" adalah ayah kandungnya sendiri.

Dan pasangan terakhir adalah seorang pria dan ibunya yang sudah tua. Sang ibu sangat ingin melihat anaknya sukses dalam karier dan selalu mendorongnya untuk bisa jadi orang yg lebih baik. Namun sang anak selalu memarahi ibunya dan mengatakan ibunya "cerewet".

Hidup keempat orang itu sontak berubah ketika tsunami menghantam kota.

Walau dibuat dengan dana yang cukup besar, tidak berarti film ini lepas dari cacat. Ada beberapa bagian film ini yang cukup mengganggu jika dicermati. Salah satunya adalah sisipan komedi yg - menurut saya - agak mengganggu dan sangat slapstik. Mungkin maksud sutradara agar bobot film tidak terlalu berat, namun tetap saja adegan2 itu terasa gak pas dimasukkan.

Bagian lain yg cukup menganggu adalah sisi editing. Ada beberapa "kesalahan" kecil yg tidak disadari oleh editor film. Misalnya adegan saat teman2 (3 pasang pria dan wanita) si gadis yg pacarnya orang kaya digambarkan di dalam Sea World. Saat terjadi gempa, mereka terlihat ada di dalam Sea World tersebut. Namun setelah penggantian adegan - dan tampak air laut menyusut - mereka digambarkan berada di pantai, terbengong-bengong melihat air laut yg menyusut. Setelah penggantian adegan balik ke Sea World, mereka tampak menjerit2 dan berlari menyelamatkan diri di dalam. Lho, bagaimana mungkin mereka bisa berada di dua tempat berbeda dalam waktu bersamaan.

Jika dibandingkan dengan 252 : The Signal Of Life yang juga bertema sama, tapi produksi Jepang, jujur saya katakan film Haeundae kurang terlalu menggigit dari segi drama. Bagian dramanya terlalu berkepanjangan dan tidak fokus. Berbeda dengan 252 yg justru sangat fokus pd cerita.

Walau demikian, film ini masih tetap layak ditonton karena Special Effect-nya yang sangat bagus dan menarik. Selama 45 menit kita akan dihibur dengan tayangan ombak dasyat tsunami yang sangat spektakuler dan mengerikan. So... tunggu saja. Film ini akan segera beredar di Indonesia dalam waktu dekat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar